Kata pahlawan menurut kamus besar bahasa Indonesia berasal dari dua kata, bahasa sangsekerta, pahla dan wan. Pahla
berarti buah, sedangkan wan bermakna sebutan bagi orangnya
(bersangkutan). Dulu gelar pahlawan diberikan kepada siapa saja yang
mati di medan pertempuran baik mati karena membela bangsa dan negaranya
maupun agamanya. Namun di era modern ini gelar pahlawan menjadi lebih
luas dan tidak ada batasan yang jelas. Misalnya para Tenaga Kerja Wanita
(TKW) disebut sebagai para pahlawan devisa.
Guru yang mengajar
disekolah diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Bahkan seorang pria
ataupun wanita yang bekerja membanting tulang demi menghidupi
keluarganya disebut sebagai pahlawan keluarga. Karena tidak adanya
batasan dari makna pahlawan ini, sempat terjadi perdebatan dikalangan
tokoh negeri ini tentang layak kah soeharto, presiden kedua republik ini
diberi gelar pahlawan nasional?
Secara umum dapatlah disimpulkan bahwa pahlawan adalah seseorang yang
telah berjuang mengorbankan waktu, jiwa dan raganya demi kebaikan orang
banyak.
Jika
dinisbatkan kepada Islam “Pahlawan Islam” berarti seorang muslim yang
berjuang mengorbankan waktu, jiwa dan raganya demi kebaikan (kemuliaan)
Islam dan umatnya. Dalam terminology Islam, seorang muslim atau muslimah
yang mati karena membela kehormatan diri, harta, nyawa dan agamanya
disebut syahid. Bahkan orang yang mati disebabkan tenggelam atau terkena
penyakit dapat pula disebut syahid termasuk seorang ibu yang wafat
dalam proses melahirkan.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan:
“Menceritakan
kepada kami Abdullah bin Yusuf, menceritakan kepada kami Malik dari
Sumyyin dari Abu Shalih dari Abu Hurairah r.a : bahwa Rasulullah s.a.w
bersabda: Syuhada itu ada lima, yaitu Orang yang mati terkena cacar,
orang yang mati karena diare, orang yang mati tenggelam, orang yang mati
tertimpa runtuhan (longsor), dan orang yang syahid di jalan Allah”
(Al-Bukhari, Kitab As-Sayru Wal-Maghazi: 2617)
Sedangkan dalam Shahih Muslim disebutkan pula:
“Dari
Abu Hurairah r.a, katanya, Rasulullah s.a.w bersabda: Apa yang kalian
ketahui tentang syahid?” Sahabat r.a menjawab: Barangsiapa yang terbunuh
di jalan Allah maka dia syahid” Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: “Kalau
begitu syahid di kalangan ummat ku sedikit”, Sahabat r.a berkata lagi,
kalau begitu siapakah mereka ya Rasulullah ? Rasulullah s.a.w bersabda:
Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah maka dia syahid, barang siapa
yang mati di jalan Allah, maka dia syahid, barangsiapa yang mati karena
cacar maka dia syahid, siapa yang mati terkena diare dia syahid ”
(Shahih Muslim, Kitaabul Imaarah:3539)
Terkait dua hadist diatas, Imam Nawawi dalam syarah Muslim menjelaskan, Para ulama berkata: “Yang
dimaksudkan syahid diatas adalah selain syahid Fie sabilillah (terbunuh
ketika berperang di jalan Allah), mereka itu di akhirat memperoleh
pahala para syuhada. Adapun di dunia, mereka dimandikan dan dishalatkan.
Dalam kitab Al-Iman telah dijelaskan masalah ini. Adapun syuhada,
terbagi kedalam Tiga jenis: Syahid dunia dan akhirat, yaitu yang
terbunuh ketika berperang melawan kafir, dan syahid akhirat, hukum dunia
terhadapnya tidak diperlakukan sebagaimana layaknya orang yang terbunuh
di jalan Alah, mereka inilah yang dimaksudkan syahid (secara umum)
dalam hadits ini, dan syahid dunia, yaitu orang yang berperang karena
mencari ghanimah dan berpaling dari peperangan”
Pembagian Syahid
1. Syahid Dunia
Yaitu
orang yang terbunuh ketika dia berperang, tetapi dia tidak ikhlas
karena Allah, bukan demi menegakkan kalimat Allah (Islam). Soal niat,
selain dirinya, manusia yang lain tidak ada yang tahu. Akan tetapi
ketika jasadnya ditemukan terbunuh ketika berperang melawan kafir, maka
ia dihukumi sebagai syahid.
2. Syahid Akhirat saja
Yaitu
orang-orang yang mati karena tenggelam atau terbakar dan semisalnya,
sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits Nabi. Orang yang termasuk
kategori ini dimandikan, dikafani juga disholatkan
3. Syahid dunia dan akhirat
syahid dunia akhirat adalah orang yang terbunuh ketika
berperang di jalan Allah dengan niat yang ikhlas, tidak riya dan tidak
berbuat ghulul (mencuri harta rampasan perang). Jenis inilah yang
merupakan syahid yang sempurna dan syahid yang paling utama, baginya
pahala dari sisi Allah Yang Maha Agung. Soal niat ikhlas atau tidaknya,
hanya dia yang bersangkutan dan Allah yang tahu. Manusia hanya
menghukumi secara zhahir bahwa dia mati terbunuh di jalan Allah.
Sehingga dia layak disebut sebagai syahid. Karenanya jenazahnya tidak
perlu dimandikan,tidak perlu dikafankan, tidak perlu disholatkan, ia
hanya dikuburkan dengan pakaian lengkap tatkala ia terbunuh syahid.
Untuk syahid jenis pertama dan ketiga, terdapat beberapa pendapat. Menurut pendapat Al-Ahnaf (Hanafiyah), mereka tidak dimandikan, tidak dikafani tetapi disholatkan. Menurut Hanabilah(pengikut mazhab Hanbali) mereka tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak disholatkan. Menurut Malikiyah, Mereka tidak dimandikan, tidak dikafankan, tidak juga di sholatkan. Dan, menurut Syafi’iyah, mereka tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak pula disholatkan”
Berdasarkan
hadist diatas pula secara khusus gelar pahlawan disematkan kepada para
syuhada, atau orang-orang beriman yang wafat dalam pertempuran di medan
jihad fii sabilillah untuk menegakkan dan memuliakan kalimah Allah SWT
di muka bumi ini. Misalnya para syuhada yang wafat pada perang uhud
dapatlah dikatakan sebagai para pahlawan Islam.
Bagi
seorang muslim keridhaan Allah dan surgaNya lebih utama dari sekedar
gelar pahlawan. Dan keridhaan Allah hanya akan diraih dengan selalu
membersihkan niat dari unsur-unsur riya dan senantiasa menyelaraskan
perbuatan dengan hukum-hukumNya.
Dalam sebuah hadist, Abu hurairah meriwayatkan, ‘Aku
mendengar Rasulullah bersabda, “Sungguh manusia yang pertama kali akan
dihisab pada hari kiamat ialah seorang lelaki yang gugur mati syahid. Ia
pun didatangkan, lalu ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmatnya dan ia pun
mengetahuinya. Kemudian ditanyakan kepadanya,’apakah yanng telah engkau
perbuat untuk mendapatkannya?’ Ia menjawab,aku telah berperang
karena-Mu hingga aku mati syahid. Allah berfirman,”Kamu bohong. Kamu
berperang hanya agar dikatakan bahwa kamu ialah seorang pemberani, dan
telah dikatakan seperti itu. Lantas ia pun dibawa dan diseret atas
wajahnya lalu dilemparkan kedalam neraka.
Setelah
itu seseorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca
Al-Qur’an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat
yang telah dijanjikan untuknya dan iapun mengetahuinya. Kemudian,
dikatakan kepadanya,’apa yang telah kau lakukan untuk mendapatkannya?’
Iapun menjawab, aku belajar dan mengajarkan ilmu serta membaca alqur’an
untuk-Mu’. Allah berfirman, kamu bohong. Kamu belajar ilmu hanya agar
disebut orang alim, kamu membaca alqur’an hanya agar disebut Qori’, dan
semuanya telah dikatakan. Lantas, ia dibawa pergi dan diseret diatas
mukanya sampai ia dilemparkan kedalam neraka.
Kemudian
seseorang yang telah Allah luaskan rezekinya, Allah berikan kepadanya
berbagai macam harta benda dan kekayaan. Iapun didatangkan dan
diperlihatkan nikmat-nikmatnya dan iapun mengetahuinya. Kemudian
ditanyakan,’apakah yang telah kau lakukan dengannya?’ Ia menjawab,’aku
tidak meninggalkan satu jalan kebaikan pun yang engkau sukai untuk
berinfak didalamnya, kecuali aku infakkan hartaku padanya karena-Mu.
Allah berfirman,’Kamu bohong’. Kamu melakukan hal itu hanya agar disebut
sebagai orang yang dermawan, dan telah dikatakan seperti itu. Lantas,
ia pun dibawa dan diseret dengan mukanya sampai dilemparkan kedalam
neraka. HR.Muslim.
Perjuangan
seorang muslim semata-mata karena dorongan akidah Islam dan mencari
keridhaan Allah SWT semata. Dia tidak berjuang membela ashobiyah,
fanatisme kelompok, golongan, kesukuan, kebangsaan dan nasionalisme.
Karena itu semua hanya menjadikan amal pengorbanannya sia-sia disisi
Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:
Siapa
saja yang berperang di bawah panji kebodohan marah karena suku, atau
menyeru kepada suku atau membela suku lalu terbunuh maka ia terbunuh
secara jahiliyah (HR Muslim)
Bukan
dari golongan kami siapa saja yang mengajak kepada ashabiyah, bukan
pula dari golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah, dan tidak
juga termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah (HR Abu Dawud)
Wallahu ‘alam bi ash shawab.